Oleh Prabowo
Putro Awaludin
Tampak gemerlap dalam semua
langkahnya
Menuju lantai dua yaitu istananya
Dengan anak tangga naik turun
dilaluinya
Sebagai besi pencambuk bagi kaum
hamba sesampainya
Oh….namun tak seperti bait yang tadi
Bukan besi pecambuk yang dia miliki
Sehelai dolar yang hamba terima
Membuat kotak suara terhenti
Bahkan...pakaian kerja hamba ditukarnya
dengan karung mati
Sebentar….
Bentar….
Sejenak…
Wahai kau bait puisi…apa kata buat
hamba???
Upz…jangan kau sampaikan
sekarang,sang ratu datang
Langsung dia menuju brangkas kotak
apel cinanya
Memilah mana yg merah pekat sebagai
penutup besi cambuknya
Tak heran, dia gunakan mahkotanya di
mata kaki
Yang nampak kebesaran tu
Sebagai hamba, aku melihatnya
Tak disangka kepalan tak terlihat
menekak telingaku
Mulailah dan serentak skenario
dimainkan
Dengan mengambil sisi atas sebuah
sepatu dan mahkotanya
Apalah dikata sisi bawah sepatu
tertutup mahkota itu
Inginku belikan sang ratu sepatu
tanpa alas
Agar terlihat gemerlap mahkota itu
Tapi apa daya mahkota terlebih dulu
tak menjadi emas lagi
Maafkan aku sang ratu….
Mahkotamu hanya tinggal bait ini..
Tapi sayang bait ini ada di
penghujung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar